-
Riuhnya Prau di Akhir Minggu
Berhenti sejenak di pos 3 sambil lihat kepulan debu yang dihasilkan pendaki yang menuruni lereng Prau (journalkinchan) Setelah membuat posting panjang mengenai keresahan saya saat mendaki Gn. Prau beberapa waktu lalu, tidak afdol rasanya jika tidak memposting foto-foto saat mendaki dan mencari matahari terbit di sini. Karena malas tidak keburu mengeluarkan kamera DSLR untuk memotret (lebih praktis jepret pakai Go Pro -.-) maka tidak banyak foto yang saya hasilkan. Karena itulah saya meminta izin pada Lingga Binangkit, seorang teman yang mendaki bersama juga, agar ia mengizinkan beberapa fotonya dimuat di blog ini. Dan berhasil, yes! Haha. Oh iya, Lingga ini meski lumayan baru di dunia fotografi tapi hasilnya foto-fotonya ciamik…
-
Cinta Sekeping Gili
Betapa diberkahinya saya ditugaskan di pulau kecil nan subur ini. Tanah perbukitannya yang subur saling berjajar membentuk barisan menawan sesekali ditutupi larik-larik awan. Hijaunya sawah menyejukkan mata, ditingkahi debur ombak berkilauan yang berjarak tak lebih dari dua puluh depa. Inilah Bawean, pulau penuh keajaiban yang terapung tenang di tengah Laut Jawa. Mungkin ribuan tahun yang lalu Bawean adalah sebuah gunung api purba yang besar. Di tengah-tengah pulau ini terdapat danau dalam berwarna biru kehijauan yang dikeramatkan penduduk Bawean. Tak seperti pulau-pulau kecil di tengah lautan lepas yang kering kerontang, ribuan mata air menjamin kesuburan tanah Bawean. Tak perlu heran melihat persawahan menghijau yang bersebelahan dengan pantai berpasir putih dan air…
-
Lanskap Merbabu Via Selo
bersujud syukur telah diberikan izin mencapai puncak Merbabu Akhirnya, setelah enam bulan berlalu saya bisa memuat foto-foto lanskap Merbabu ini di blog. Catatan pendakianya pernah saya tulis di sini. Saya memposting foto dan catatan pendakian dengan harapan teman- teman dapat termotivasi untuk ikut menikmati keindahan gunung-gunung di Indonesia. Dengan menyadari keindahan yang dimiliki negeri ini, besar pula harapan saya agar kita menyadari bahwa kitalah agen-agen pelestari dan penjaga alam Indonesia. Jika mendaki, jadilah pendaki yang bertanggung jawab dan peduli dengan lingkungan. Caranya sangat mudah kok. Saya sendiri berpegang pada pepatah berikut ini. Take nothing but pictures, leave nothing but footprints, kill nothing but time. Jangan pernah membuang sampah di gunung.…
-
An Ordinary Day in Raja Ampat
Pulau Saonek Besar, Waigeo Raja Ampat Kepulauan Wayag, Raja Ampat Wait for the photos and full story, soon 🙂
-
Berburu Bimasakti
Bimasakti nampak jelas membujur dari utara ke selatan (Maharsi Wahyu) tenda kami di tepi pantai, di bawah taburan bintang-bintang. Mungkin ini yang disebut ‘sabar menanti’. Tiga tahun lebih sejak saya pertama mengenal astrophotography, sejak saat itu pula saya bertekad ingin bisa memotret galaksi Bimasakti. Sulit, tentu. Gear yang saya punya tidak mendukung, pun ilmu yang saya pelajari masih dangkal sehingga setiap ada kesempatan saya mencoba selalu gagal. Tapi Tuhan bersama mahasiswa tingkat akhir. Tadi malam, lima mahasiswi skripsi yang mendirikan tenda di tepi Pantai Indrayanti Yogyakarta, mendapatkan pemandangan langit malam yang super mewah. Dan akhirnya, Bimasakti yang sudah saya buru sejak tiga tahun lalu tersebut, berhasil saya abadikan dengan tangan…
-
Misty Morning
Pernah menangis gegara melihat pemandangan luar biasa di depan mata? Saya pernah. Salah satunya, di sini. sayangnya, saya tidak bisa membuat kamera saya menangkap momen sebagus apa yang ditangkap oleh mata. saya memang orang yang gampang histeris, melihat langit biru saja teriak-teriak bahagia. cium bau air laut saja saya sudah tidak sabar berlarian di tepinya. saya hanya berharap, terus diberikan kesempatan untuk bisa menjelajahi tiap jengkal Indonesia.
-
Yadnya Kasodo Bromo
Lantunan musik tradisional yang lirih lamat-lamat terdengar tanpa terputus di antara kabut pekat dini hari tersebut. Terasa menyayat hati, entah mengapa. Sembari terus berlari menyamakan langkah dengan arak-arakan, saya membayangkan kisah Roro Anteng dan Joko Seger yang konon menjadi cikal bakal masyarakat Tengger dan upacara Kasodo di Bromo. Saya berada di tengah segelintir rombongan pengiring ongkek-ongkek. Bersama saya, hanya ada kurang dari 10 fotografer yang sama-sama berlarian agar tetap berada di barisan depan. Sejenak saya merasa bahagia karena ekspektasi saya bahwa Kasodo akan seramai festival-festival lain yang pernah dihelat di Indonesia, rupanya salah besar. Ya, tidak banyak yang mau mempersulit diri di tengah bekunya udara pegunungan…
-
Pada Suatu Pagi Di Atas 3400 mdpl
Pada suatu pagi di ketinggian >3400 mdpl Saya nggak pandai bikin catatan perjalanan yang runtut dan detail. Karena itu, sejak kemarin saya lebih memilih memposting cerita yang paling saya ingat dalam otak. Kisah perjalanan ke puncak – dan turun dari puncak – adalah satu fragmen paling menarik dalam pendakian kali ini, sehingga saya ceritakan dalam beberapa post. Selebihnya, biar foto yang bicara. *** Dipotret dengan Gopro HD Hero 2 yang terpasang di kepala saya. Susah juga memotret sambil menebak-nebak, karena Gopro tidak saya pasangi LCD BacPac. Terima kasih kepada studio Maman Agosto yang berbaik hati meminjamkan saya benda ajaib ini.
-
Selimut Kabut Ranu Kumbolo
Pagi itu, kami masih bergelimpangan di dalam tenda. Udara dingin menggigit: dua lapis baju dan jaket polar rupanya tidak mampu menjadi penghangat diri. Kami saling berteriak dari tenda masing-masing, ‘bikin sarapan yuuuk!’ sementara tubuh masih ingin berbalut sleeping bag yang melenakan. Akhirnya terdengar suara tenda sebelah dibuka, para lelaki terbangun sudah. Saya dan Monik memilih untuk tetap menyelimuti diri dengan sleeping bag, ketika mulai timbul suara-suara ribut. Nampaknya para pemilik suara tersebut tengah bergerilya mencari peralatan masak dan kompor. Beberapa hela napas kemudian, tenda kami diketuk. Ketika resleting pintu tenda terbuka, segera hawa dingin masuk. Tapi bersamaan dengan itu pula sebuah tangan menyodorkan segelas minuman hangat yang kami tunggu-tunggu. “Diminum…
-
[Pics] Haru Biru Mahameru: Landscape and The Journey
Akhirnya hari ini saya berhasil menyelesaikan editing dan resizing foto-foto perjalanan saya mendaki Mahameru pada akhir minggu yang lalu. Sangat melelahkan dan saya terpaksa mengesampingkan dahulu skripsi saya, tapi jujur kegiatan ini menyenangkan, hahaha. Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bisa menggapai tanah tertinggi di pulau Jawa ini, yang pada bulan Juli – Agustus mencapai titik suhu terdinginnya sepanjang tahun. Berjibaku dengan udara beku dan oksigen yang tipis, napas yang tersengal dan mata yang berat karena kantuk, tetapi semuanya terbayarkan saat melihat sendiri letupan Jonggring Saloka dan ikut mendoakan Soe Hok Gie-Idhan Lubis langsung di depan in memoriam-nya. Ranu Kumbolo Yang menjadi lebih menyenangkan adalah kedelapanbelas teman perjalanan yang saat ini…