Sabana adalah salah satu lansekap favorit saya. Saya ingin ke Sumba karena di sana sabana seperti sawah di pelosok Bantul, mudah sekali ditemukan di mana-mana. Tetapi hasrat saya untuk berjalan di antara ilalang yang bergerak seiring angin berhembus akhirnya terpenuhi ketika mendaki Merbabu, beberapa hari yang lalu.
Kemudian suasananya menjadi syahdu, ketika sore hari kami turun dan puncak dan kembali melewati padang sabana ini. Angin berhembus sangat kencang memenuhi ruang telinga, menimbulkan suara aneh-namun-damai dari gesekan ilalang yang kekuningan. Langit biru tanpa noda sedikitpun, di depan kami puncak Merapi mengintip dari balik bukit.
Bermandikan cahaya matahari yang mulai surut ke barat, kami berjalan perlahan dengan jarak yang jauh satu sama lain, dalam diam. Sengaja tidak saling mengganggu kekhusukan masing-masing. Tidak henti saya mengucap syukur dan menyebut nama Tuhan di setiap langkah yang saya buat, atas momen indah sore itu.
Di ujung sabana, kami merebahkan diri di bawah sebuah pohon rindang. Tanah yang dingin menyambut punggung saya yang berkeringat. Masing-masing kemudian memejamkan mata dan membiarkan suara angin kembali mengisi hampa.
abis baca ini,,, langsung buka2 lagi album foto waktu di merbabu.. 🙂
sabana dan edelwesiss menbabu selalu bikin rindu..
so lovely ya mbak 🙂
saya juga kangen terus…
abis baca ini,,, langsung buka2 lagi album foto waktu di merbabu.. 🙂
sabana dan edelwesiss menbabu selalu bikin rindu..
so lovely ya mbak 🙂
saya juga kangen terus…